Jumat, 05 Desember 2014

MAKALAH ANALISIS VEGETASI



MAKALAH
EKOLOGI TUMBUHAN
“ANALISIS VEGETASI”








OLEH:

KELOMPOK III
ROBI SEPRIANANDA
RIKHA RAMA ZALMI
CHAKRA WIRANGGA



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014








 
ANALISIS VEGETASI

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).

Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri.

Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shrub): Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak sub tangkai.
2.   Epifit (Epiphyte): Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit. Tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya. Namanya dibentuk dari bahasa Yunani: epi-, permukaan atau tutup, dan phyton, tumbuhan atau pohon. Berbeda dengan parasit, epifit dapat sepenuhnya mandiri, lepas dari tanah sebagai penyangga dan penyedia hara bagi kehidupannya, maupun dari hara yang disediakan tumbuhan lain. Air diperoleh dari hujan, embun, atau uap air. Hara mineral diperoleh dari debu atau hasil dekomposisi batang serta sisa-sisa bagian tumbuhan lain yang terurai. Meskipun tidak “mencuri” hara dari tumbuhan yang ditumpanginya, epifit dapat menjadi pesaing terhadap ketersediaan cahaya. Akar epifit kadang-kadang juga menutupi dan menembus batang pohon yang ditumpangi sehingga merusak keseimbangan fisiologi tumbuhan inangnya.
Contoh epifit yang populer adalah berbagai macam anggrek, dan nanas-nanasan (bromeliad).
3.  Paku-pakuan (Fern): Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm): Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi, tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5.  Pemanjat (Climber): Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar. Tumbuhan pemanjat ini disebut juga dengan Liana. Suatu tumbuhan dikatakan liana apabila dalam pertumbuhannya memerlukan kaitan atau objek lain agar ia dapat bersaing mendapatkan cahaya matahari. Liana dapat pula dikatakan tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung. Berbeda dengan epifit yang mampu sepenuhnya tumbuh lepas dari tanah, akar liana berada di tanah atau paling tidak memerlukan tanah sebagai sumber haranya.
Tumbuhan memanjat ini paling banyak ditemukan di hutan-hutan tropika. Contohnya adalah jenis-jenis rotan, anggur, serta beberapa Cucurbitaceae (suku labu-labuan). Liana biasanya bukan parasit namun ia dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangganya dan berkompetisi terhadap cahaya.
Di hutan-hutan lebat yang dipenuhi liana, hewan-hewan arboreal (hidup di pohon) dapat dengan leluasa berpindah dari satu pohon ke pohon lain melalui liana atau dengan bergelantungan pada batang liana. Berbagai kera, seperti siamang dan owa, dikenal sebagai penjelajah pohon yang ulung melalui liana.
6. Terna (Herb): Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
Terna adalah tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk kayu. Tumbuhan semacam ini dapat merupakan tumbuhan semusim, tumbuhan dwimusim, ataupun tumbuhan tahunan. Yang dapat disebut terna umumnya adalah semua tumbuhan berpembuluh (tracheophyta). Biasanya sebutan ini hanya dikenakan bagi tumbuhan yang berukuran kecil (kurang dari dua meter) dan tidak dikenakan pada tumbuhan non-kayu yang merambat (digolongkan tumbuhan merambat).
Di daerah tropika banyak dijumpai terna yang tahunan, sementara di daerah beriklim sedang terna biasanya sangat bersifat musiman: bagian aerial (yang tumbuh di atas permukaan tanah) luruh dan mati pada musim yang kurang sesuai (biasanya musim dingin) dan tumbuh kembali pada musim yang sesuai.
Salvia lyrata, suatu jenis terna.

7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a.  Semai (Seedling): Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling): Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c.  Tiang (Poles): Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

A.    METODE ANALISIS VEGETASI

Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.

1.      Metode Destruktif (Pengukuran yang bersifat merusak)

Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.

Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.

2.      Metode non Destruktif (Pengukuran yang bersifat tidak merusak)

Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan (tidak didasarkan pada taksonominya), dan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.

a.      Metode non-destruktif, non-floristika

Metode non-floristika telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951), yang kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973) dan serau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristiknya di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.

Bentuk Hidup Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya.

Untuk memahami metode non-floristika ini sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.

b.      Metode non destruktif floristika

Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembantuk masyarakat tumbuhan tersebut, jadi dalam hal ini pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah mutlak diperlukan. Dalam pelaksanaanya ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi.

B.     LANGKAH KERJA ANALISIS VEGETASI

Secara umum langkah kerja Analisis Vegetasi untuk menguraikan komunitas tumbuhan dibagi atas 2 tahap, yaitu:

1.      Analisis Karakter (Analytical Characters)

Analisis karakter terdiri atas:
a.       Analisis kuantitatif, memberikan data komunitas yang berkenaan dengan jumlah dan ukuran komunitas. Pada analisis kuantitatif ada 3 parameter penting yang diukir dari satu komunitas:
1.      Kekerapan (frekuensi), berkenaan dengan keseragaman/keteraturan sebaran dari suatu tumpukan dalam suatu komunitas. Kekerapan digambarkan dengan persentase kehadiran jenis tersebut dalam petak-petak contoh (plot).


Frekuensi =  Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis      
                    Jumlah semua petak yang dibuat

FR = Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis   X 100%
Total frekuensi seluruh jenis

2.      Kerapatan (densitas), merupakan jumlah individu suatu jenis yang terdapat dalam suatu area contoh.

Densitas =  Jumlah individu suatu jenis  
                         Luas area sampel
                                                    
Densitas Relatif =  Jumlah individu suatu jenis  X 100%
                                Total densitas seluruh jenis

3.      Dominansi, merupakan luas tutupan atau penguasaan suatu jenis tumbuhan terhadap bidang dasar pada suatu komunitas. Dominansi dapat diukur dengan:
a.       Cover (kelindungan atau tutupan tajuk)
Dominansi = luas cover suatu jenis
                               Luas area sampel

b.      Basal area, luas area dekat permukaan tanah yang dikuasai suatu jenis tumbuhan.
Dominansi = luas basal area suatu jenis   X 100%
                   Total dominansi seluruh jenis

2.      Sintesis Karakter
Sintesis karakter dipakai untuk membedakan antara bebagai komunitas. Namun diantara parameter itu bila dikombinasikan menampilkan corak yang lebih berguna untuk perumpunan.

C.    PARAMETER DALAM ANALISIS VEGETASI

a.      Parameter Kuantitatif dalam Analisis Vegetasi

1. Kerapatan (Density)
Kerapatan menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap petak contoh. Jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan (Odum 1975) yang umumya dinyatakan sebagai jumlah individu atau biosmasa populasi persatuan areal atau volume, misal 200 pohon per Ha

2. Dominasi (Tutupan)
Tutupan menyangkut luas tanah yang ditempati oleh bagian tumbuhan di atas tanah seperti yang tampak dari atas. Tutupan ditasir dari sejumlah contoh dan diberi batasan sebagai perbandingan bagian (biasanya dinyatkan sebagai persentase) tanah yang ditempati spesies yang ada.

Mengingat sifat tumpang tindih dari bagian tumbuhan, persentase seluruh tutupan sering lebih dari 100% untuk menghindari kesalahan ini ada kalanya dipakai tutupan nisbi yaitu besarnya tutupan suatu spesies sebagai persentase darikeseluruhan luas semua spesies dan tanah gundul dalam suatu habitat tertentu. Dengan cara ini maka angka keseluruhannya tidak akan melebihi 100%. 

Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan (coverage) atau luas basal atau biomassa atau volume.
a.       Kelindungan adalah : proyeksi vertical dari tajuk (canopy) suatu jenis pada area yang diambil samplingnya,dinyatakan dalam persen luas secara penaksiran. Dapat dinyatakan berdasar penaksiran dengan kelas.
b.      Luas basal
Satuan ini iasa di gunakan untuk jenis jenis yang berkelompok atau membentuk rumpun dengan batas yang jelas.
c.       Biomassa
Tumbuhan dipotong diatas tanah dan dikeringkan dalam pengering kemudian di timbang berat keringnya. Dengan mengukur tinggi masing masing jenis kita dapat mengetahui pula hubungan tinggi dan beratnya. Cara ini baik unuk memperbandingkan stadia pertumbuhan gulma.
d.      Volume
Dihitung dengan rata rata luas basal x  rata rata tinggi x jumlah suatu jenis      

3. Frekuensi (kekerapan)
Kekerapan menyangkut tingkat keseragaman terdapatnya individu suatu spesies di dalam suatu daerah. Kekerapan diukur dengan mencatat ada atau tidaknya suatu spesies dalam daerah contoh atau luas yang secara idealnya tersebar secara acak di seluruh daerah yang dikaji.

Karenanya kekkerapan dikatakan sebagai persentase dari seluruh daerah contoh atau luas yang dipakai yang di dalmnya terdapat spesies tertentu. Misalnya suatu spesies ditemukan dlam 15 dari 30 contoh. Maka kekerapannya adalah 50 %.  (Ewusie, 1990: 73)

Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi fekuensi dalm lima kelas berdasarkan besarnya persentase,yaitu:

• Kelas A dalam Frekuensi 01 –20 %
• Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
• Kelas C dalm frekuensi 41-60%
• Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
• Kelas E dalam frekuensi 81-100%

4. Indek Nilai Penting (importance value Indeks)
Merupakan jumlah nilai nisbi kedua atau ketiga parameter diatas.

b.      Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
1.      Fisiognomi
Fisiognomi dalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat di deskripsikan berdasarkan penampakan spesies tumbuhan dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuhan yang tampak dari mata.
2.      Fenologi
Fenologi adalah perwujudan pross pada setiap fase dalam siklus hidupnya.
3.      Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dan berbagai proses dalam kehidupan tumbuhan.
4.      Stratifikasi
Distribusi tumbuhan dalam ruangan vertical. Semua spesies tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukuran nya,serta secara vertical tidak menempati ruangan yang sama.
5.      Kelimpahan
Parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relative spesies organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif kelimpahan dikelompokkan menjadi 5,yaitu :
a.       Sangat jarang
b.      Kadang-kadang/jarang
c.       Sering /tidak banyak
d.      Banyak /berlimpah-limpah
e.       Sangat banyak/sangat berlimpah
6.      Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organism pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 anatara lain: Random, seragam dan berkelompok.
7.      Daya hidup atau vitalitas, tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi
8.      Bentuk pertumbuhan, penggolongan tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainya. (Indriyanto.2006:139-142)



















DAFTAR PUSTAKA

Ewusie, Yanney. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB
Gapala. 2009. http://www.gapala-smadah.co.cc/2009/01/analisa-vegetasi.html
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
Odum, Eugene. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press
Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: FMIPA UNP











Tidak ada komentar:

Posting Komentar